Lika Liku Working Mom - Mematahkan Stigma Anak Nenek
Monday, May 04, 2020Haiiii
Mumpung lagi zen moment
Jadi waktunya blogging !
Kali ini aku mau meperkenalkan segmen baru yaitu :
" Lika Liku Working Mom "
Hohoho sungguh ngide ya diriku ini.
Di segmen ini aku akan fokus cerita bagaimana manis pahitnya struggling menjadi working mom.
Topik kali ini adalah bagaimana mematahkan stigma anak nenek / anak mbak ( kalau support system nya baby sitter atau pembantu ya tergantung case masing-masing)
Jadi ketika akhirnya memutuskan untuk kerja full time lagi.
Tentunya gue sadar bahwa akan ada banyak sekali labelling atau stigma dari society.
Salah satunya adalah stigma bahwa anak yang ibunya bekerja pasti jadi lebih dekat sama neneknya atau sama mbaknya.
Sejujurnya gue sempet takut, wajar lah ya karena banyak berkaca juga pada kejadian disekitar.
Tapi gue bertekad untuk mematahkan stigma itu.
Bagaimanakah caranya ? Ada 2 jenis point solusi
1. Komitmen untuk Menjaga Kelekatan dengan Anak
Solusi pertama adalah yang sifatnya internal atau harus dilakukan komitmen dengan diri sendiri.
Problematika kenapa bisa ada labelling " anak nenek" adalah karena masalah durasi bertemu antara anak dan ibu.
Jelas karena bekerja pasti waktu lebih banyak di kantor daripada di rumah.
Apalagi tinggal di kota besar seperti Jakarta membuat perjalanan memakan waktu yang cukup lama.
Apakah yang gue lakukan untuk menjaga attachment atau kelekatan dengan anak ?
- Usahakan ada moment rutin berdua saja tiap harinya
Misalnya moment ganti piyama bersih2 sebelum tidur, lalu baca buku bersama dan bermain simpel. Min. 1 jam setiap harinya.
- Batasi urusan pekerjaan ketika di rumah
Ini pentingnya punya bos dan tim kantor yang kooperatif jadi ketika di rumah mostly akan slow response jika berurusan dengan pekerjaan. Karena fokus utama adalah anak. Tentunya di kasus tertentu perlu ada adjustment tapi most of the time ketika di rumah, pekerjaan di kesampingkan terlebih dahulu.
- Weekend full sama Anak
Nah ini salah satu point penting. Jadi bikin komitmen sama suami kalau apapun yang terjadi weekend adalah waktunya full sama anak. Gue sekonsisten itu sampe tiap ada event kerjaan di weekend, Disya pasti ikut. Jadii makanya akhirnya sekalian staycation ahahaha. Kayaknya dari 1 tahun kerja ini bisa dihitung cuma 2x yang weekend terpaksa ada pergi ga sama Disya.
- Perkenalkan Reasoning pada Anak
Yang tidak kalah pentingnya adalah anak perlu diberi tahu atau disounding tentang kegiatan orang tuanya. Jadi dia tau bahwa ada moment bunda nya berangkat kerja lalu nanti malam bunda pulang dan siap bermain dengan dia. Mulai ajak bicara kenapa bunda perlu bekerja, supaya pelan pelan dia mengerti. Kayak setelah beberapa bulan, Disya akan dengan sukarela bilang " Dada Bunda hati hati muaah " :"")
- Lakukan Affirmasi pada Anak
Ini gue ngasal abis ya gapake teori tapi gue sering berulang ulang bilang sama Disya. Disya anak bunda, anak ayaah. Terus sering nanya disya anak siapa sih ? Anak bunda yah ? Dan seterusnya ampe boseen. Tapi i'm proudly proving now she will excitedly said Anak Bunda Ifaa :""")
2. Tegur langsung jika ada yang melakukan Labelling
Point kedua adalah yang sifatnya eksternal jadi pihak di luar anak dan orangtua.
Or in my case keluarga non inti.
Jadiii karena di rumah sering banyak keluarga datang dan tentunya berinteraksi sama Disya.
Pasti ada ajaa 1, 2 orang yang bilang : " Wah, Disya mah anak Nenek yak".
Naah kalau orang tersebut ngomong di depan gue.
Dengan sopan akan langsung gue counter dan re-labelling contohnya :
" Bukan ya nak, Disya kan anak bunda yah "
Sesungguhnya proses ini lumayan painful in the ass.
Suer deh beberapa orang memang ada yang se-ignorant itu wkwk.
Tapi yaa terus aja diingetin dan dicounter nanti juga lama lama berenti labellingnya.
So far itu ajaa sih tips dari aku.
Kelihatannya simpel tapi trust me butuh komitmen besar untuk jalanin nya.
Mari kita berpegangan tangan dalam #survivingmotherhood yaa guys !
Semangaat para moms both working moms and stay at home moms !
We are all great moms, yeaay !
See you on the next post.
.ifalifa
0 comments